Sabtu, Maret 14, 2009

SMART BOMB,

Seperti sepotong roti dan mentega, sebuah pesawat pembom tentu tak lengkap tanpa bom. Keduanya adalah pasangan yang tak bisa dipisahkan dalam sebuah operasi pemboman. Itulah sebabnya ketika performa pesawat pembom berkembang semakin canggih, bom pun mengikutinya. Perkembangannya pun telah menggelinding begitu cepat. Pada tahun 1912, bom masih berbentuk granat tangan sederhana yang memiliki tingkat presisisi yang sangat rendah. Namun dalam waktu tidak lebih dari setengah abad kemudian bom sudah bisa meluncur terkendali tepat ke sasaran. Hal ini dimungkinkan dengan dikembangkannya bom yang dilengkapi sistem penuntun sehingga mampu dikendalikan menuju sasarannya. Bom-bom tersebut dikenal dengan istilah smart bomb. Sistem penuntun sebagai teknologi inti dari smart bomb menggunakan bermacam-macam sistem seperti TV guided, Laser guided dan GPS/INS guided.

Smart bomb berkembang karena dipicu tuntutan kemampuan dalam kebutuhan perang. Pemakaian bom secara ekonomis, kecilnya kemungkinan terjadi salah sasaran dan memaksimalkan kemampuan daya hancur merupakan tuntutan serta alasan yang utama dalam perkembangan smart bomb. Sampai dengan saat ini kemampuan yang telah ditunjukkan smart bomb sangat signifikan dibandingkan jenis-jenis bom pendahulunya.


APA ITU SMART BOMB?

Smart bomb, istilah informal yang digunakan untuk bom yang dilengkapi peralatan untuk memandu tepat ke sasaran terpilih. Smart bomb secara resmi dikenal sebagai precision guided munitions (PGMs). Mereka berbeda dengan free fall general purpose bomb, yang kadang-kadang disebut dumb bomb. Istilah smart bomb juga kadang-kadang digunakan untuk peluru kendali jelajah dari udara ke darat, seperti Tomahawk walaupun secara teknis peluru kendali menggunakan tenaga pendorong sendiri dan bukan merupakan bom. Smart bomb memungkinkan penghancurkan sasaran secara akurat dengan menggunakan bom dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan penggunaan dumb bomb pada carpet bombing. Smart bomb menggunakan banyak sekali digunakan pada perang Teluk tahun 1991, peperangan melawan Taliban dan al-Qaeda di Afghanistan tahun 2001 serta invasi ke Irak oleh Amerika Serikat dan Inggris pada tahun 2003.

Pada umunya smart bomb adalah jenis general purpose bomb yang dimodifikasi dengan menambahkan sistem pemandu pada bagian nose (depan bom) dan sebuah kontrol modul kecil pada bagian tail (belakan bom). Versi terakhir dari smart bomb yaitu Joint Direct Attack Munition (JDAM). Bom versi ini menggunakan INS/GPS sebagai sistem pemandunya. Sehingga JDAM kadang-kadang disebut juga dengan satelite-guided precision weapon karena GPS sebagai sistem pemandunya menggunakan satelit untuk mengarahkan bom kepada sasarannya. Sistem pemandu lain yang digunakan pada smart bomb yaitu TV atau electro-optical guided dan laser-guided.


SEJARAH SMART BOMB

Sejarah smart bomb tidak terlepas dari sejarah bom itu sendiri karena pada dasarnya smart bomb adalah bom konvensional yang dimodifikasi. Dimulai ketika Letnan Dua Giulio Gavotti seorang pilot AU Italia menjatuhkan bom dari udara untuk keperluan konflik. Kejadian ini merupakan kejadian pertama di dunia penggunaan bom udara. Ia menjatuhkannya pada tahun 1912 dari pesawat dengan bom yang masih sederhana. Bom itu berupa empat buah granat yang dijatuhkan ke arah kerumunan massa suku Bedouin yang mengepung kota Taguira dan Ain Zara di Libya. Granat-granat itu dijatuhkan secara manual dari sisi kokpit Biplane Etrich Taube dari kesatuan udara Italia. Pada awalnya memang hanya berupa granat, namun begitu kalangan militer menangkap fungsi destruktif massal yang diciptakannya, segera saja dirancang amunisi bertubuh aerodinamis yang kira-kira pas untuk dijatuhkan dari pesawat. Bentuknya lebih kurang seperti anak panah dengan bagian tengah yang menggembung. Bom yang kemudian diklasifikasikan sebagai general purpose (GP) bomb ini, strukturnya terdiri dari segumpal bahan peledak yang dibungkus jaket/kulit metal. Di ujungnya ditempatkan fuse (pemantik) yang secara mekanis jika terbentur benda keras akan mengaktifkan bom, sementara agar bom ini bisa meluncur sempurna dipasanglah fin (sirip ekor) sebagai stabilisator. Bentuk dasar ini ternyata bertahan cukup lama dan menjadi bentuk dasar dibuatnya smart bomb.

Saat perang Dunia II (1939-1945) Jerman pernah melakukan pengeboman dengan menggunakan bom yang dikendalikan dengan remote control. Bom itu diberi nama Fritz X dengan berat 3100lbs (1400 Kg) dan berhasil menenggelamkan Kapal perang Itali “Roma” pada tahun 1943. Fritz X ini setelah dilepaskan dari pesawat, bombardier menggunakan radio transmitter untuk menggerakkan fin-fin dari bom itu dan mengarahkannya ke sasaran. Peralatan radio transmitternya masih sangat sederhana dan memiliki jarak jangkau yang pendek. Saat itu sekutu juga telah membuat smart bomb yang sekelas bernama AZON (Azimuth only) dengan berat lebih ringan yaitu 1000 Lbs (450 Kg). Azon mulai diproduksi pada tahun 1943, setelah sebelumnya dikembangkan oleh Korps Udara Angkatan Darat Amerika Serikat (USAAC's), Air Technical Service Command. Azon juga menggunakan annular tail assembly seperti Fritz X, yang merupakan roll stabilised Namur hanya mampu diarahkan pada bidang azimuthnya saja sehingga tingkat keakurasiannya hanpir sama dengan dumb bomb. Sistem pemandu Azon hanya menggunakan lima preset channel radio sehinggan membatasi jumlah bom yang dilepaskan pada waktu yang bersamaan. Azon diproduksi sampai dengan November,1944, dimana telah diproduksi sebanyak 15.000 units. Bom ini digunakan baik di perang Eropa maupun di Pasifik. DI Burma, bom ini digunakan pada skala yang cukup besar untuk menghancurkan jembatan-jembatan. Selama perang Pasifik, Azons telah berhasil menghancurkan jembatan sebanyak 27 menggunakan 493 unit bom, termasuk juga jembatan Kwai River yang terkenal.

Amerika Serikat memulai lagi programnya mengembangkan smart bomb pada saat perang Korea, dimana bom nuklir belum ada dalam pertimbangan. Pada tahun 1960 electro-optical bomb (camera bomb) diperkenalkan. Bom ini dilengkapi dengan kamera televisi dan flare sight dimana peralatan ini akan digunakan untuk memandu bom sampai sasaran berada segaris dengan flare. Kamera memberikan pandangan dari bom kepada operator yang berada di pesawat. Operator tersebut kemudian mengarahkan bom dengan menggerakkan fin-fin yang berada pada bagian belakang bom sampai tampak sasaran masuk dalam kamera bom dan sinar flare tepat berada pada sasaran tersebut. Bom-bom ini akhirnya banyak digunkaan pada perang Vietnam karena adanya situasi politik yang tidak menginginkan terjadi colateral damage dan adanya korban di pihak sipil

Pada tahun 1962, Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) memulai penelitiannya tentang sistem laser guidance sedangkan pihak Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) memulai pengembangannya dengan memberikan kontrak kepada Texas Instruments pada pertengahan 1965 mengenai pembuatan sistem penuntun bom. Meski pada saat itu USAF menaruh harapan yang besar, uniknya TI tak pernah membentuk tim khusus. TI sebaliknya hanya memberi kepercayaan pada sejumlah insinyur yang dipimpin oleh Weldon Word. Di luar dugaan justru dari tim kecil inilah AS diantar menuju sejarah rekayasa bom yang baru. Hebatnya, tim ini hanya menghabiskan dana 100.000 dollar hingga barang itu teruji. Padahal uang sebesar 100.000 dollar itu semata-mata hanya diberikan Dephan AS sebagai hadiah bagi ide yang dimenangkan TI. Word rupanya memang insinyur yang penuh akal, pintar dan irit. Ia tak mau repot membangun sebuah bom secara penuh, melainkan cukup piranti penuntunnya saja. Hulu ledak, fuse dan detonator cukup diambil dari bom yang sudah ada, yakni dari serial Mk 80. Juga untuk menghemat biaya pengembangan, ia tak mau lagi susah payah membangun laser designatornya. Mereka cukup menyadapnya dari rancangan ilmuwan Alabama. Lebih dari itu, penjejak laser diambil dari barang loakan yang ditinggalkan sebuah perusahaan dari Jerman Barat. Sedang untuk menguji segi aerodinamisnya bom, windtunnel yang berharga mahal cukup diganti dengan kolam renang bekas yang telah dimodifikasi. "Word memang hebat. Ia hemat tak pernah minta tambah biaya, bahkan sepeserpun," puji seorang perwira Pentagon. Karya tim Word persisnya berupa peralatan penuntun bom (guidance and control unit/GCU) dengan media laser. Ini berarti jauh lebih sederhana dan lebih murah ketimbang industri lain yang merekayasanya dengan sistem kamera TV E/O (electro-optics). Pasalnya dengan laser, bom hanya dibimbing dengan gelombang radio dengan suatu frekuensi spesifik, sementara bom berpenuntun lainnya harus dengan gambar sasaran atau sistem pembedaan warna yang mestinya terdiri dari begitu banyak rangkaian frekuensi.

Hanya dua tahun setelah kontrak ditandatangani, yakni pada 1967, karya TI ini sudah dicoba langsung di Vietnam dari rel rudal F-4 Phantom. Hasilnya ternyata memuaskan. Piranti ini mampu meningkatkan keakuratan hingga tingkat kemelencengan yang hanya 3,05 meter. Bandingkan dengan GP yang mencapai 45,7 meter. Gampang ditebak, segera saja karya Word mencuat. Apalagi karena selain begitu presisi, piranti ini masih jauh lebih murah ketimbang piranti sejenis, yakni GBU-8, yang bekerja berdasarkan sinyal televisi electo-opties. Jika GBU-8 dihargai 20.000 dollar, bentuk awal Paveway ini hanya 2.700 dollar. Sehingga pada tahun 1968 hasil dari uji coba itu diberi nama BOLT-117 dan merupakan laser guided bomb pertama di dunia. Laser-guided bom ini belum banyak digunakan sampai ditemukannya microchip. Debut penggunaannya diawali di Vietnam pada tanggal 13 Mei 1972 saat bom ini digunakan pada serangan kedua yang berhasil menghancurkan jembatan Thanh Hoa. Sebelumnya, jembatan ini telah coba dihancurkan dengan 800 sorti dengan menggunakan dumb bomb namun tidak berhasil. Pada serangan pertama 27 April 1972 yang juga menggunakan laser guided bomb “Walleyes” hanya berhasil merusakkan sebagian struktur jembatan tersebut karena cuaca jelek yang mempengaruhi intensitas dari sinar laser yang dipantulkan. Bom jenis ini juga digunakan oleh pasukan Inggris walupun tidak dalam skala besar pada perang Falklands tahun 1982. Penggunaan skala besar bom jenis ini pada saat operasi Desert Storm tahun 1991 oleh pasukan multinasional melawan Irak. Namun begitu penggunaan dumb bomb jenis cluster bomb masih cukup besar secara prosentase. Selain itu pada saat perang Kosovo tahun 1999 laser guided bomb juga digunakan pada skala besar tetapi kemampuanya banyak berkurang karena kondisi cuaca di Selatan wilayah Balkans sangat jelek.

Pelajaran yang dapat diambil selama perang Teluk thn 1991 yaitu pentingnya penggunaan smart bomb (precision guided munition), namun USAF juga memandang kesulitan menggunakan smart bomb terutama saat cuaca jelek dan visibility dari udara ke darat sangat rendah adalah hal yang perlu diperhatikan. Akhirnya dikembangkanlah smart bomb yang menggunakan satelit sebagai sistem pemandunya karena dengan demikian tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca. Bom-bom jenis ini adalah Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Joint Stand-Off Weapon (JSOW). Kedua bom ini menggunakan Global Positioning System (GPS) sebagai peralatan penerima signal satelit untuk memandu arah jatuhnya bom. Bom jenis ini dapat digunakan pada segala cuaca tanpa membutuhkan bantuan penginderaan unit lain. Karena ada kemungkinan GPS di jamming maka sistem pemandunya dilengkapi juga dengan Inertia Navigation System (INS) sehingga jika signal satelit ke GPS hilang maka sistem pemandu menggunakan referensi posisi dan arah dengan menggunakan INS. Namun INS kurang begitu akurat dibandingkan GPS. JDAM menyatakan bahwa Circular Error Probable yang mampu dicapinya dengan menggunakan GPS adalah 13 m dan 30 m menggunakan INS (dengan waktu jatuh bom dibawah 100 detik). Tingkat keakuratan bom ini tergantung dari peralatan yang dapat menentukan arah lokasi sasaran dan keakuratan dalam memasukkan koordinat sasaran. Sehingga informasi tentang data koordinat sasaran menjadi informasi yang kritis. Contohnya pada accident pengeboman kedutaan Cina di Belgrade saat operasi sekutu oleh NATO disebabkan kesalahan informasi tentang kordinat sasaran yang sesungguhnya. Tetapi bagaimanapun juga jika informasi data sasaran sudah akurat maka tingat keberhasilan bom ini menghancurkan sasaran sangat tinggi dibandingkan smart bomb jenis lain. JDAM memegang peranan penting pada invasi Amerika Serikat ke Afghanistan pada tahun 2001, dan ia juga akan memainkan peranan penting pada misi-misi masa depan Amerika Serikat.

Menyikapi tanggapan dari para penerbang yang telah menggunakan laser atau satellite guided bomb, Boeing kemudian mengembangkan laser JDAM yang menggunakan kedua type pemandu dalam satu bom. Bom ini merupakan modifikasi dari JDAM yang ditambahkan laser guidance pada sistem pemandu GPS/INS nya untuk meningkatkan akurasi bom. Raytheon juga mengembangkan Paveway family, dimana menambahkansistem pemandu GPS/INS pada Paveway family atau laser-guidance bomnya. Paduan pemandu laser dan GPS ini memungkinkan pesawat membawa lebih sedikit jenis bom untuk tetap mempertahankan kemampuan fleksibelitasnya karena bom ini dapat digunakan baik untuk sasaran bergerak maupun sasaran diam atapun sasaran yang tidak direncanakan. Sebagai contoh F-16 saat perang Irak membawa satu buah 2000 Lbs JDAM dan dua buah 1000 Lbs LGB, dengan adanya LJDAM yang memiliki diameter lebih kecil maka pesawat F-16 tersebut dapat memebawa lebih banyak bom dan dapat memilih untuk menggunakan pemandu satelit atau laser.


PRINSIP KERJA SMART BOMB

Pada dasarnya smart bomb adalah dumb bomb pada umumnya yang telah mengalami modifikasi pada beberapa bagian utamanya. Penambahan bagian itu antara lain electronic sensor system, control system (an onboard computer), adjustable flight fins dan battery. Ketika pesawat menjatuhkan smart bomb, bom jatuh bebas seperti pesawat layang yang berat. Amunisi ini tidak memiliki sistem propulsi sendiri, seperti halnya peluru kendali tetapi ia memiliki kecepatan kedepan. Ia juga memiliki flight fin yang menghasilkan gaya lift serta menstabilkan lintasan jatuh bom ini. Control system dan adjustable flight fin memberikan kemampuan bom untuk mengarahkan saat bom tersebut jatuh bebas. Saat bom masih berada di udara, sensor system dan control system mengarahkan bom ke sasaran yang ditentukan. Sensor sytem memberikan informasi posisi relative sasaran kepada control system dan control system memproses informasi tersebut dan mengarahkan bom untuk berbelok ke arah sasaran. Dalam membelokkan bom sebenarnya, control system mengirimkan pesan ke actuator yang menggerakkan flight fin. Fin-fin ini bekerja berdasarkan prinsip seperti flap yang terdapat pada pesawat. Dengan memutar fin ke posisi tertentu, control system berarti menambah gaya drag pada salah satu sisi bom yang mengakibatkan bom akan berbelok ke arah sisi yang memiliki drag lebih besar tersebut. Proses ini terus berlangsung sampai bom mencapai sasarannya dan fuse bekerja untuk memicu ledakan.

Perbedaan utama antara jenis-jenis smart bom hanya terletak pada bagaiman sistem sensornya “melihat” sasaran. Berikut ini akan kita lihat bagaimana masing-masing jenis smart bomb bekerja.

TV/IR-guided. Type bom ini menggunakan visual sensor untuk menentukan lokasi sasaran di darat. TV/IR-guided bomb keduanya menggunakan konvensioal TV kamera atau infra red kamera (untuk penglihatan malam hari) yang terpasang pada bagian nose (bagian depan bom). Ada dua macam mode pengendaliannya yaitu:

Manual. Pada mode ini, kamera memberikan gambar yang tertangkap kepada operator di pesawat pembom dengan melalui signal radio. Kemudian operator dengan berdasarkan informasi dari kamera memberikan perintah kepada control system untuk menggerakkan fin agar bom dapat berbelok ke arah yang diharapkannya. Bom ini bertindak seperti pesawat remotecontrol. Pada mode ini , operator dapat melepaskan bom tanpa sasaran yang spesifik dan pandangan, kemudian memilih sasaran berdasarkan gambar yang dikirim dari kamera saat bom mulai mendekati tanah.

Automatic. Pada mode ini penerbang mencari sasaran dengan menggunakan kamera bom sebelum bom dilepaskan, kemudian penerbang mengirimkan signal ke bom untuk mengelock sasarn yang sudah dipilih tadi. Kemudian setelah bom dilepaskan, control system selalu mengarahkan bom agar gamabar yang terlihat di kamera selalu berada pada centre dari video display. Dengan cara ini, bom akan selalu mengarahkan dirinya sendiri ke arah sasaran secara automatic.

Bom jenis ini adalah GBU 15.


Laser-guided. Dibandingkan jenis smart bomb sebelumnya, bom ini berbeda sedikit. Bom ini menggunkan laser seeker unutk mengganti video kamera sensor. Laser seeker yang berupa antena dari foto-foto dioda. Seperti yang diketahui bersama bahwa fot dioda akan sangat sensitiv terhadap suatu frekuensi tertentu dari sinar laser. Agar bom dapat melihat sasaran, seorang operator yang terpisah baik di udara maupun di darat harus menyinari sasaran dengan sinar laser intensitas tinggi. Pantulan dari sinar laser itulah yang ditangkap oleh laser seeker. Laser designator harus memiliki pulsa pattern yang spesifik. Sebelum melepaskan bom, computer pesawat pembom mengirimkan informasi pulsa pattern yang spesifik tersebut kepada bom. Ketika bom dilepaskan, lasser seeker hanya tertarik dengan sinar laser yang memiliki pulsa pattern yang spesisifik tadi kemudian control system mengarahkan bom agar laser seeker terus menangkap sinar laser pada bagian tengah foto dioda lasser seeker tersebut. Cara ini akan menjaga bom agar mengarah lurus kearah sasaran. Contoh bom jenis ini adalah GBU 10 (Paveway II) dan GBU 24 (Paveway III).

Kedua jenis smart bomb ini baik TV/IR guided bomb dan laser guided bomb dapat sangat efektif tetapi keduanya memiliki kekurangan yaitu sensor system mereka harus dapat visual contact terhadap sasaran. Sehingga jika terdapat awan atau halangan lain yang menutupi pandangan maka kemungkinan besar bom dapat menyimpang dari traknya.



Satelite guided bomb. Bom jenis ini menggunakan GPS receiver dan INS sebagai sensor systemnya. Keduanya dapat membantu bom untuk menentukan lokasinya saat berada di udara. GPS receiver menentukan posisinya dengan menginterpretasikan signal satelit yang ditangkapnya dengan pada saat yang bersamaan INS memonitor pergerakan bom untuk menentukan fbom flight path dari posisi launch. Sebelum melepaskan bom, pesawat menentukan sasaran tertentu dengan menggunakan GPS pesawat sendiri. Sesaat sebelum melepaskan bom, komputer pesawat memberikan komputer bom posisi saat ini dan koordinat sasaran. Saat berada di udara, GPS receiver bom memproses signal dari GPS satelite to mempertahankan tracknya jka sudah tepat atau membelokkan bom ke arah lintasan yang tepat menuju sasaran. Berdasarkan USAF, tingkat keakuasian dari bom jenis ini sejauh 40 feet (13 m). Ketika semuanya tepat maka pada umumnya bom mampu mengenai sasaran dengan tingkat error hanya beberapa feet saja.

System ini dapat bekerja dengan baik walaupun pada kondisi cuaca buruk, sebab system ini mendapat seluruh informasi dari sigal satelit yang tidak terhalangi cuaca maupun obstacle lainnya. Bom ini tidak harus melihat sasaran untuk dapat menemukannya, dan harganya hanya sekitar $20,000 per tail kit (dimana dapat dipasang pada dumb bomb yang ada), Hal ini jauh lebih ekonomis daripada $120,000+ laser-guided bombs. Bom-bom jenis ini antara lain GBU 29, GBU 30, GBU 31, GBU 32 (JDAM).

Berdasarkan uraian singkat di atas maka dapat disimpulkan bahwa smart bomb merupakan hasil pengembangan dari bom-bom konvensional yang dimodifikasi dengan penambahan beberapa perangkat keras sehingga mampu untuk dikendalikan agar dapat jatuh pada sasaran yang diharapkan. Dengan pengembangan seperti ini maka biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan smart bomb tidak lah terlalu mahal jika dibandingkan dengan peluru kendali udara ke darat.

Rabu, Januari 07, 2009

PERSENJATAAN PESAWAT TEMPUR MODERN

Dari masa kemasa kemampuan pesawat tempur terus dikembangkan. Pengembangan tersebut menitik beratkan pada pengintegrasian weapon system dengan aerodynamis, propulsi dan avionic. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah pesawat tempur ditentukan dari jenis dan jumlah persenjataan yang mampu dibawanya.
Jenis persenjataan yang diusung oleh pesawat tempur dibedakan berdasarkan misi yang dilaksanakan, sehingga persenjataan pada misi air to air akan berbeda dengan persenjataan pada misi air to ground. Jauhnya jarak jangkau, akurasi perkenaan, kemampuan segala cuaca serta resistan terhadap terinteferensi merupakan kriteria umum yang harus dipenuhi oleh semua system persenjataan.

Pengalaman selama perang udara terdahulu menyimpulkan bahwa persenjataan yang paling efektif dalam misi air to air adalah gun (canon), rudal jarak dekat dan rudal jarak menengah (>8 Km (4,2 Nm)). Gun merupakan senjata yang paling efektif untuk jarak dekat sampai dengan jarak 1 Km. Selain itu gun dapat digunakan dalam misi air to air maupun misi air to ground. High rate of fire merupakan kriteria yang harus dipenuhi oleh semua jenis “modern” gun.

Kelemahan yang paling besar dari gun adalah jarak tembak efektifnya yang relative dekat. Sampai dengan jarak 1 Km (3300 ft), gun sangat efektif, tapi di atas jarak 2 Km (6600 ft) penggunaannya. sudah tidak efektif. Sehingga untuk menutupi kelemahan tersebut pada pesawat tempur dilengkapi dengan rudal jarak pendek pencari sinar infra merah (infrared missile). Infrared missile menerima respon dari bagian panas pada targetnya (misalnya exhaust nozzle, skin pesawat dll). Karena infrared missile mengejar target-target yang memancarkan infra merah maka ia secara otomatis langsung menuju target tanpa dengan mudah dikacaukan oleh alat-alat electronic. Tetapi bagaimanapun juga kelemahan dari rudal ini, ketidakmampuannya membedakan lawan atau kawan sehingga prosedure penembakannya harus benar-benar dilaksanakan, selain itu daya responnya terhadap target sangat tergantung pada kondisi cuaca.

Untuk jarak menengah dan jauh maka digunakan rudal dengan system control semi aktive radar (radar-controlled missile). Missile diarahkan menuju target dengan menggunakan panduan radar yang dipancarkan oleh pesawat tersebut. Dibandingkan infrared missile maka rudal jenis ini sangat cocok untuk segala cuaca karena radar beam sebagai pemandu tidak terpengaruh dengan kondisi cuaca. Tetapi bagaimanapun juga pesawat tempur yang meluncurkannya harus selalu memancarkan radar beam-nya sampai missile mencapai target selain itu radar beam tersebut dapat dikacaukan dengan system elektronic countermeasure (ECM).

Dalam pembahasan senjata untuk misi air to ground, persenjataan akan dibedakan berdasarkan apakah persenjataan tersebut digunakan untuk sasaran berupa area atau sasaran berupa suatu point tertententu. Cara yang paling mudah untuk menghancurkan sebuah area yaitu dengan melepaskan bom dalam jumlah yang banyak dan dengan jarak yang berdekatan (carpet of bomb). Cara ini biasanya akan menggunakan bom-bom jatuh bebas (free falling bomb). Jika bom akan dilepaskan pada ketinggian rendah , maka bom-bom yang akan dilepaskan harus menggunakan perlengkapan yang dapat menambah gaya hambat (built-in braking device) seperti brake parachute atau brake flaps. Sehingga akan menambah waktu yang dibutuhkan bom sampai ke target dan pesawat yang melepaskannya dapat memiliki waktu yang cukup untuk sampai pada posisi yang aman terhadap ledakan bom-bom tersebut. Selain dengan cara carpet of bomb, cara lain yang efektif yaitu dengan menggunakan scatter bomb, dimana bagian luar dari bom ini akan terbuka setelah dilepaskan dari pesawat . Kemudian dari dalamnya keluar bom-bom kecil dalam jumlah yang banyak. BL-755 buatan Inggris merupakan salah satu jenis bom ini.

Pin point target dapat berupa target diam ataupun target bergerak. Senjata klasik yang digunakan untuk pin point target yaitu gun. Sampai dengan saat ini gun telah mengalami perkembangan bahkan sangat effektif untuk menyerang tank-tank. Dengan berkembangnya system pertahanan udara maka pesawat-pesawat penyerang hanya akan mendekati targetnya jika betul-betul diperlukan. Senjata dengan teknologi modern akan memungkinkan hal tersebut, pesawat tempur dapat berada pada jarak yang aman dari serangan pertahanan musuh tapi tetap dapat menyerang target dengan efektif. Sejata dengan system pemandu telah dikembangkan untuk tujuan tersebut sehingga memiliki akurasi yang tinggi. Senjata-senjata tersebut dapat berupa bom jatuh bebas atau yang memilki system propulsi seperti rudal udara ke darat (air to ground missile).

Pengetahuan tentang target merupakan syarat agar senjata yang relative mahal ini dapat digunakan secara efektif. Target harus ditemukan oleh pesawat walaupun dalam kondisi cuaca buruk. Hal ini membutuhkan peralatan avionic yang sesuai untuk menuntun bom atau rudal sampai ke target. Ada tiga system yang tersedia sebagai guiding system yaitu Infra-red (IR), TV dan Laser.

Beberapa “smart bomb”, bom jatuh bebas dan rudal buatan Amerika dilengkapi dengan laser target-seeking heads. Smart bomb (Homing Bomb System, HOBOS) telah dikembangkan dari bom-bom konvensional .dan dilengkapi dengan system pemandu laser atau TV dan penambahan control permukaan. Untuk menambah jarak tempuh, bom-bom berpemandu ini diberikan tambahan sayap-sayap. Bom-bom jatuh bebas yang dilengkapi sayap yang dapat dilipat dan memanjang setelah dilepaskan akan dapat menempuh jarak sampai dnegan 100 Km (54 Nm). Tapi bagaimanapun juga bom-bom tersebut harus dilengkapi dengan system kemudi dan alat pengukur jarak (distance measuring equipment/DME)

Persenjataan modern akan selalu dibuat dengan tingkat akurasi yang semakin tinggi, daya hancur yang besar dan resiko yang serendah-rendahnya. Perkembangan persenjataan pesawat tempur ini berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, sehingga siapa yang menguasai teknologi dialah yang terkuat.

Selasa, Januari 06, 2009

9/11 Tragedy Effect

After 9/11 tragedy, global security challenge has been changed. World have focused on terror being used as a weapon by the weak against the strong. There is no doubt because it was a horrifying disaster with more live lost of terrorism than in 50 years of terrorist attack in Ireland and Israel without any kind of unconventional weapon being deployed. In this passage I will explain some changes in global security challenge.

Firstly, change of International attitude toward terrorism. After WTC tragedy, United Nation Security Council approved resolution 1368, which reaffirmed the UN’s commitment “to combat by all means threats to international peace and security caused by terrorist acts”. Several time later, Security Council Resolution 1373 was approved. It called for the prevention and suppression of terrorism financing and greater exchange of the operational needed by UN members to fight terrorism. All of these commitments became US justification to attack Afghanistan in order to find Osama Bin Laden, leader of Al Qaeda that was responsible for the tragedy.

Secondly, in the pass global security was threatened by power which had great armies and high technology military capabilities such as fascism, and communism. Now, it’s threatened by power which has mass destruction weapon. Terrorism often target innocent people in order to create circumstance of fear, intimidation, and insecurity. Therefore many terrorists have relied on mass destruction weapon such as high explosive bomb, chemical, biological, and nuclear weapon. For example, suicides Bali bombing tragedy in 2003, terrorist used C4 high explosive bomb to attack two restaurant in the middle of the town. Besides that the discovery in 2001 of anthrax spores mailed in United States. However it’s more difficult to detect this power of terrorism than others power previously. Because it doesn’t appear over surface and it is usually underground activity.

Thirdly, war of terrorist is not the war between nations as previous war but it is global war between all of nations against terrorist violence and chaos. They find themselves in the same side and will cooperate to deny, contain, and curtail terrorist activity. For instance, there were cooperation between Indonesia Police, Australia Police and Malaysia police to solve and catch the suspect of terrorist attack in Bali bombing tragedy. Another example, in 2003 Indonesia Police sent some of their personnel to be trained by German Special Police to become anti terrorist police.

In conclusion, terrorist attack in New York September 11th, 2001 has change the global security challenge. Now the world faces on terrorist power which can be extraordinarily disruptive and violent. It’s very different with threat in the past, so all nations have to change their global security strategy in order to be prepared to defeat new horrible threat, terrorism.

Senin, Desember 15, 2008

PENGEMBANGAN PERAN MARITIME AIR SURVEILLANCE


Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah sangat luas, hampir sama dengan luas daratan Eropa atau Amerika Serikat. Namun wilayah Indonesia tersebut 70% terdiri dari lautan sedangkan daratannya berupa pulau-pulau yang tersebar merata dari barat sampai ke timur sebanyak kurang lebih 17.498 pulau. Kondisi georgrafis dengan lautan yang cukup luas ini menyimpan banyak potensi sumber daya alam yang melimpah, mulai dari minyak bumi lepas pantai hingga ikan-ikan. Tetapi dengan kondisi geografis inipula sistem keamanan dan pertahanan negara tidak mudah untuk dilaksanakan. Berbagai pelanggaran sering terjadi di wilayah laut Indonesia seperti misalnya pencurian kekayaan laut oleh nelayan-nelayan asing, penyelundupan, pecemaran lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran batas wilayah oleh kapal-kapal asing. Berbagai pelanggaran tersebut telah sangat merugikan negara, contohnya saja dalam pencurian kekayaan laut negara telah dirugikan setiap tahunnya sekitar 2 milyar US dollar.

Sistem pertahanan negara yang bertujuan untuk menjaga kedaluatan serta melindungi kekayaan alam nasional membutuhkan suatu sistem surveillance yang mampu memberikan informasi yang diperlukan serta data-data autentik yang sangat penting sehingga dapat digunakan sebagai bahan penyusunan strategi militer maupun strategi nasional bagi pengambil kebijakan.
Pada bidang maritim khususnya untuk menjaga keamanan di laut dari berbagai ancaman, pencurian dan pelanggaran hukum maka diperlukan sistem maritime surveillance yang mampu sebagai mata bagi penegakan hukum dan pengamanan laut.

Pemanfaatan wahana udara dalam sistem maritime surveillance merupakan suatu cara yang efektif karena wahana udara memiliki berbagai kelebihan yang sesuai dengan kebutuhan sistem pengamatan, kelebihan itu antara lain ketinggian, kecepatan dan daya jangkau. Sistem maritime surveillance dengan menggunakan wahana udara tersebut biasa disebut dengan maritime air surveillance. Maritime air surveillance akan lebih efektif jika dapat dilaksanakan secara terintegrasi atau dikembangkan menjadi joint maritime air surveillance karena tanpa meningkatkannya menjadi joint maritime air surveillance atau integrated maritime surveillance, ilegal fishing dan ilegal logging yang nyata-nyata merugikan negara milyaran US Dollar tiap tahun tidak akan bisa dihentikan.
Pada pembahasan mengenai pengembangan peran maritime air surveillance dalam mendukung pembangunan nasional ini akan disampaikan mengenai platform wahana udara yang digunakan dalam misi-misi maritime air surveillance, berbagai jenis air surveillance sensor dan bentuk joint maritime air surveillance.

Pertama kita akan membahas mengenai platform wahana udara yang dapat digunakan pada pelaksanaan misi maritime air surveillance beserta keuntungan dan kerugiannya. Pesawat terbang fixed wing merupakan platform yang paling umum digunakan berbagai negara untuk melaksanakan misi maritime air surveillance. Keuntungan yang dimiliki dari penggunaan pesawat terbang fixed wing yaitu memiliki daya jangkau yang cukup jauh sehingga dalam satu sorti penerbangan daerah coverage pengamatannya cukup luas, kecepatan yang relatif tinggi sehingga mampu mencapai daerah pengamatan dalam waktu yang relatif singkat, memiliki payload cukup besar sehingga dapat dilengkapi dengan berbagai macam sensor, memiliki ruang cabin yang cukup luas untuk dapat menampung awak pesawat dalam jumlah cukup banyak dan memiliki kemampuan fleksibilitas sehingga dapat dengan mudah berubah misi atau posisi daerah sasaran pengamatan. Sedangkan kerugian yang dimiliki dari pesawat terbang fixed wing adalah endurance yang terbatas, terpengaruh dengan kondisi cuaca, dan membutuhkan pangkalan udara yang memadai. Jenis pesawat terbang fixed wing yang digunakan dalam misi ini antara lain P-3C Orion, Nimrod, Fokker 50, CN-235, Boeing 737, C-130 Hercules dan lain sebagainya. Helikopter dapat pula digunakan sebagai platform dalam maritime air surveillance dan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu waktu reaksi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas cukup singkat, memiliki kemampuan search and rescue (SAR), dapat diluncurkan dari kapal dan tidak membutuhkan pangkalan udara yang besar. Sedangkan kerugian yang dimilikinya adalah endurance yang lebih singkat dibandingkan dengan pesawat terbang fixed wing, terpengaruh juga dengan cuaca, memiliki payload yang kecil sehingga hanya dapat dilengkapi dengan sedikit jenis sensor, memiliki ruang cabin yang relatif kecil sehingga hanya dapat menampung awak pesawat dalam jumlah sedikit dan jarak jangkau yang relatif dekat. Jenis helikopter yang digunakan dalam misi maritime air surveilllance yaitu antara lain SH-60B Seahawk, CH-53E Super Stallion, MH-53E Sea Dragon dan lain-lain. Selain helikopter dan pesawat terbang fixed wing, pesawat tanpa awak atau unmaned aerial vehicle (UAV) juga dapat djadikan platform. Keunggulan yang dimiliki UAV adalah tidak adanya resiko kehilangan nyawa manusia, memiliki endurance yang cukup lama, relatif murah dalam pengoperasiannya dan memiliki payload yang cukup besar untuk dapat dilengkapi dengan berbagai jenis sensor. Adapun kerugian yang dimilikinya adalah sangat rentan terhadap ancaman jamming dan hanya mampu diluncurkan dari pangkalan udara tertentu. Jenis UAV yang telah digunakan untuk misi maritime air surveillance yaitu Global Hawk buatan Amerika Serikat. Selain dari ketiga platform yang disebutkan sebelumnya, Satelit merupakan wahana ruang angkasa yang juga dapat dijadikan platform. Keuntungan dari penggunaan satelit yaitu wilayah coverage pengamatannya sangat luas, dapat mengamati secara lintas batas wilayah negara tanpa adanya pelanggaran kedaulatan, sukar untuk dihancurkan oleh persenjataan musuh dan dapat dilengkapi dengan berbagai macam jenis sensor penginderaan. Tetapi satelit merupakan platform yang sangat mahal dan membutuhkan tempat peluncuran yang sangat sedikit jumlahnya. Berdasarkan keuntungan dan kerugian yang sudah disampaikan diatas maka masing-masing jenis platform akan efektif digunakan untuk tugas yang berbeda-beda namun bagi penerapan di Indonesia dengan memanfaatkan kekuatan udara yang telah ada maka platform yang paling tepat untuk digunakan adalah pesawat terbang fixed wing seperti Boeing 737, CN-235 dan Fokker 27 sedangkan untuk pengembangannya pada masa depan maka UAV dapat digunakan.

Pembahasan kedua yaitu jenis-jenis air surveillance sensor. Sensor-sensor yang digunakan dalam misi maritime air surveillance yaitu radar, electronic support measure (ESM), secara visual, electro optical dan infra red. Jenis-jenis sensor ini masing-masing memiliki radius coverage yang berbeda-beda, jenis pengamatan secara visual merupakan jenis yang paling pendek radius coverage-nya kemudian electro optical dan infra red, selanjutnya radar dan ESM yang memiliki radius coverage terjauh.

Pada radar, radius coverage pengamatan ditentukan oleh power radar yang digunakan, frekuensi signal radar, kondisi lingkungan sekitar, sensitivitas receiver, ketinggian dan efisisensi operatornya. Kemampuan deteksi radar terhadap jenis-jenis obyek pengamatan juga berbeda yaitu sebagai berikut, untuk mendeteksi kapal dagang/perang besar dapat mencapai jarak 150-200NM, kapal dagang/perang sedang dapat mencapai jarak 100-150NM, kapal dagang/korvet dapat mencapai jarak 80-100NM, kapal patroli 50 - 80NM dan yacht sejauh 30 - 50NM.
Pada tingkat akurasi, radar dipengaruhi oleh signal yang dipancarkan. Semakin pendek durasi pulsa yang dipancarakan maka tingkat akurasi pada jarak akan semakin tinggi, sedangkan semakin sempit bandwith signal yang dipancarkan maka tingkat akurasi pada bearing akan semakin tinggi. Pada saat-saat tertentu, radar surveillance harus mampu menyajikan data rate yang tinggi. Data rate merupakan fungsi dari antenna rotation rate (SPR) dan bandwith dari pulse repetition frequency (PRF). Radar surveillance juga harus dilengkapi dengan peralatan anti jam seperti instantaneous automatic gain control (IAGC), frequency agility dan moving target indicator (MTI).

Electronic support measure (ESM) adalah peralatan sensor pasif yang digunakan untuk mengintersepsi, menganalisa dan menentukan arah datangnya radiasi electromagnetic musuh atau bakal musuh.
ESM digunakan dalam dua macam kategori yaitu dalam kategori strategis dan taktis. Pada kategori strategis ESM digunakan untuk mendapatkan data-data dengan skala waktu yang lama dan digunakan untuk menentukan sistem senjata musuh, disposisinya dan strategi penggunaannya. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dikembangkan peralatan penangkis sistem senjata musuh. Sedangkan pada kategori taktis, ESM digunakan untuk mendapatkan data secara hari perhari untuk menentukan secara akurat disposisi dari unit-unit musuh di permukaan dan tingkat ancaman sistem senjata musuh. Karakteristik dari pengoperasionalan ESM yaitu mengintersepsi jangkauan pancaran peralatan elctromagnetic musuh untuk menentukan arah sumber pemancar dan menganalisa emis, frekuensi, pulse duration, PRF dan pola scan. Performa yang dibutuhkan dari peralatan ESM yaitu memiliki spektru surveillance yang lebar 0.5-40 GHz, pengukuran arah datangnya pancaran signal kurang dari 2 derajat tingkat keakurasiannya dan memiliki peralatan dengan tingkat keakuratan parameter frekuensi sebesar 5MHz, PRF sebesar 0.1% dan pulse duration sebesar 100 Nsec. Pada penggunaannya ESM akan efektif jika dikombinasikan dengan radar karena sifat kepasifan yang dimilikinya serta daya jangkau yang lebih jauh dari radar. Namun untuk dapat menangkap signal yang kemungkinan musuh tidak memancarkan signalnya maka perlu antisipasi untuk menstimulasi musuh agar memancarkan signalnya.

Electro Optical adalah suatu teknologi yang menggabungkan komponen-komponennya, peralatan-peralatan dan system-sistemnya dimana didesain untuk mengkonversikan energi electric menjadi Infra Red, visual dan panjang gelombang cahaya ultra violet dan sebaliknya.
Type dari sensor electro optical ini adalah LLTV/ Image Intensifiers dan Infra-Red. Keuntungan dari sensor ELctro Optical ini adalah bersifat pasif dan dapat digunakan baik siang maupun malam hari, sedangkan kelemahannya adalah jarak jangkau pengamatan yang pendek, sangat terpengaruh dengan kondisi jarak pandang pada atmosphere dan field of view yang sempit. Pada penggunaan sensor infra red akan efektif digunakan untuk mengamati sector yang tidak terlalu lebar dan dengan kecepatan pesawat yang rendah. Ketinggian yang optimum dalam melakukan pengamatan adalah sebagi berikut, untuk kapal patroli di atas 1500 ft, kapal destroyer di atas 200 ft dan untuk kapal barang di atas 4500 ft serta minimum 500 ft di bawah cloud base.

Pengamatan secara visual digunakan untuk mendeteksi, menentukan lokasi, mengklasifikasi target/sasaran dan menentukan criteria serangan yang kemungkinan terjadi. Keuntungan dari metoda ini adalah bersifat pasif dan dapat langsung menklasifikasikan target sedangkan kelemahannya adalah jarak jangkau pengamatan sangat pendek, hanya dapat dilakukan siang hari (selama ada penerangan matahari) dan hasilnya sangat tergantung dari tingkat pengalaman operator. Teknik pengamatan secara visual yaitu harus selalu menggunakan kacamata pelindung sinar matahari, mengamatai mulai dari posisi dua jari dibawah horizon, pengamatan mulai dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah, observer diganti setiap 30 menit dan pastikan bahwa kaca jendela pesawa bersih dan bebas dari goresan.


Berdasarkan penjelasan mengenai jenis-jenis sensor yang dapat digunakan dalam air surveillance maka penggunaan yang paling efektif adalah penggabungan dari seluruh jenis sensor yang ada dan digunakan sesuai dengan keperluan dan tujuan pengumpulan data dan informasi pada misi maritime air surveillance.

Pembahasan ketiga adalah bentuk join maritime air surveillance. Bentuk join maritime air surveillance ini merupakan bentuk kerjasama antara TNI AU dengan TNI AL, Polri, Departemen kelautan dan perikanan, Direktorat Bea dan Cukai dan Imigrasi. Pelaksanaan maritime air surveillance dapat dilakukan dengan menggunakan gabunga pesawat-pesawat terbang fixed wing TNI AU dan TNI AL yang diatur tentang pembagian wilayah pengamatannya. Pesawat surveillance TNI AU berkategori strategis (Boeing 737) melakukan pengamatan di wilayah laut bebas sekitar wilayah Indonesia dengn menggunakan sensor radar dan ESM. Bagi pesawat yang berkategori taktis (CN-235) melakukan pengamatan pada wilayah laut ZEE sampai dengan laut territorial menggunakan sensor electro optical.
Sedangkan bagi pesawat surveillance TNI AL yang bersifat taktis (CN-235 dan C-212) melakukan pengamatan pada wilayah laut antar pulau serta meliputi ALKI dengan menggunakan sensor electro optical. Semua unsur air surveillance melaporkan pengamatannya secara langsung ke Pusat Koordinasi Maritime Air Surveillance Nasional dengan menggunakan system komunikasi satelit. Sistem komunikasi satelit diharapkan juga mampu untuk mendukung komunikasi data sehingga laporan pengamatan dari unsur air surveillance juga dapat disajikan dalam bentuk visual. Sebagai unsur penindak permukaan akan dilakukan oleh kapal-kapal patroli TNI AL yang didalamnya terdapat personel-personel dari Polri, Departemen kelautan dan perikanan, Direktorat bea dan cukai serta Imigrasi.

Durasi pengamatan yang dilakukan oleh unsur-unsur air surveillance berdasarkan endurance pesawat yang terbang pada ketinggian medium yaitu antara enam sampai dengan delapan jam sehingga dalam sehari membutuhkan tiga samapi empat set crew dan pesawat bagi setiap wilayah pengamatan. Namun hal ini dapat meningkat apabila diperlukan pengamatan yang lebih detail sehingga pesawat surveillance harus terbang pada ketinggian rendah mendekati target sehigga endurance menurun. Pemanfaatan kekuatan udara yang sudah dimiliki saat ini masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan kekuatan udara dalam melaksanakan join maritime air surveillance sehingga perlu adanya pengadaan pesawat terbang dan sensor serta peralatan komunikasi satelit yang sesuai dengan kebutuhan spesifikasi maritime air surveillance.

Dari seluruh pembahasan mengenai maritime air surveillance maka dapat disimpulkan bahwa join maritime air surveillance merupakan suatu system yang dibutuhkan untuk mampu menanggulangi berbagai bentuk pencurian kekayaan laut, pelanggaran hokum dan wilayah kedaulatan dilaut. Join maritime air surveillance dapat menggunakan bentuk platform pesawat terbang fixed wing memanfaatkan kekuatan udara yang sudah ada saat ini. Jenis sensor yang dapat digunakan adalah seluruh jenis sensor tergantung keperluan dan tujuan pengumpulan data dan informasi pada misi maritime air surveillance. Harapan dengan pengembangan peran maritime air surveillance menjadi join maritime air surveillance dapat mengurangi kerugian negara akibat berbagai pencurian dan pelanggaran di laut sehingga dapat mendukung jalannya pembangunan nasional untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional.