Senin, Desember 15, 2008

PENGEMBANGAN PERAN MARITIME AIR SURVEILLANCE


Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah sangat luas, hampir sama dengan luas daratan Eropa atau Amerika Serikat. Namun wilayah Indonesia tersebut 70% terdiri dari lautan sedangkan daratannya berupa pulau-pulau yang tersebar merata dari barat sampai ke timur sebanyak kurang lebih 17.498 pulau. Kondisi georgrafis dengan lautan yang cukup luas ini menyimpan banyak potensi sumber daya alam yang melimpah, mulai dari minyak bumi lepas pantai hingga ikan-ikan. Tetapi dengan kondisi geografis inipula sistem keamanan dan pertahanan negara tidak mudah untuk dilaksanakan. Berbagai pelanggaran sering terjadi di wilayah laut Indonesia seperti misalnya pencurian kekayaan laut oleh nelayan-nelayan asing, penyelundupan, pecemaran lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran batas wilayah oleh kapal-kapal asing. Berbagai pelanggaran tersebut telah sangat merugikan negara, contohnya saja dalam pencurian kekayaan laut negara telah dirugikan setiap tahunnya sekitar 2 milyar US dollar.

Sistem pertahanan negara yang bertujuan untuk menjaga kedaluatan serta melindungi kekayaan alam nasional membutuhkan suatu sistem surveillance yang mampu memberikan informasi yang diperlukan serta data-data autentik yang sangat penting sehingga dapat digunakan sebagai bahan penyusunan strategi militer maupun strategi nasional bagi pengambil kebijakan.
Pada bidang maritim khususnya untuk menjaga keamanan di laut dari berbagai ancaman, pencurian dan pelanggaran hukum maka diperlukan sistem maritime surveillance yang mampu sebagai mata bagi penegakan hukum dan pengamanan laut.

Pemanfaatan wahana udara dalam sistem maritime surveillance merupakan suatu cara yang efektif karena wahana udara memiliki berbagai kelebihan yang sesuai dengan kebutuhan sistem pengamatan, kelebihan itu antara lain ketinggian, kecepatan dan daya jangkau. Sistem maritime surveillance dengan menggunakan wahana udara tersebut biasa disebut dengan maritime air surveillance. Maritime air surveillance akan lebih efektif jika dapat dilaksanakan secara terintegrasi atau dikembangkan menjadi joint maritime air surveillance karena tanpa meningkatkannya menjadi joint maritime air surveillance atau integrated maritime surveillance, ilegal fishing dan ilegal logging yang nyata-nyata merugikan negara milyaran US Dollar tiap tahun tidak akan bisa dihentikan.
Pada pembahasan mengenai pengembangan peran maritime air surveillance dalam mendukung pembangunan nasional ini akan disampaikan mengenai platform wahana udara yang digunakan dalam misi-misi maritime air surveillance, berbagai jenis air surveillance sensor dan bentuk joint maritime air surveillance.

Pertama kita akan membahas mengenai platform wahana udara yang dapat digunakan pada pelaksanaan misi maritime air surveillance beserta keuntungan dan kerugiannya. Pesawat terbang fixed wing merupakan platform yang paling umum digunakan berbagai negara untuk melaksanakan misi maritime air surveillance. Keuntungan yang dimiliki dari penggunaan pesawat terbang fixed wing yaitu memiliki daya jangkau yang cukup jauh sehingga dalam satu sorti penerbangan daerah coverage pengamatannya cukup luas, kecepatan yang relatif tinggi sehingga mampu mencapai daerah pengamatan dalam waktu yang relatif singkat, memiliki payload cukup besar sehingga dapat dilengkapi dengan berbagai macam sensor, memiliki ruang cabin yang cukup luas untuk dapat menampung awak pesawat dalam jumlah cukup banyak dan memiliki kemampuan fleksibilitas sehingga dapat dengan mudah berubah misi atau posisi daerah sasaran pengamatan. Sedangkan kerugian yang dimiliki dari pesawat terbang fixed wing adalah endurance yang terbatas, terpengaruh dengan kondisi cuaca, dan membutuhkan pangkalan udara yang memadai. Jenis pesawat terbang fixed wing yang digunakan dalam misi ini antara lain P-3C Orion, Nimrod, Fokker 50, CN-235, Boeing 737, C-130 Hercules dan lain sebagainya. Helikopter dapat pula digunakan sebagai platform dalam maritime air surveillance dan memiliki beberapa keuntungan antara lain yaitu waktu reaksi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas cukup singkat, memiliki kemampuan search and rescue (SAR), dapat diluncurkan dari kapal dan tidak membutuhkan pangkalan udara yang besar. Sedangkan kerugian yang dimilikinya adalah endurance yang lebih singkat dibandingkan dengan pesawat terbang fixed wing, terpengaruh juga dengan cuaca, memiliki payload yang kecil sehingga hanya dapat dilengkapi dengan sedikit jenis sensor, memiliki ruang cabin yang relatif kecil sehingga hanya dapat menampung awak pesawat dalam jumlah sedikit dan jarak jangkau yang relatif dekat. Jenis helikopter yang digunakan dalam misi maritime air surveilllance yaitu antara lain SH-60B Seahawk, CH-53E Super Stallion, MH-53E Sea Dragon dan lain-lain. Selain helikopter dan pesawat terbang fixed wing, pesawat tanpa awak atau unmaned aerial vehicle (UAV) juga dapat djadikan platform. Keunggulan yang dimiliki UAV adalah tidak adanya resiko kehilangan nyawa manusia, memiliki endurance yang cukup lama, relatif murah dalam pengoperasiannya dan memiliki payload yang cukup besar untuk dapat dilengkapi dengan berbagai jenis sensor. Adapun kerugian yang dimilikinya adalah sangat rentan terhadap ancaman jamming dan hanya mampu diluncurkan dari pangkalan udara tertentu. Jenis UAV yang telah digunakan untuk misi maritime air surveillance yaitu Global Hawk buatan Amerika Serikat. Selain dari ketiga platform yang disebutkan sebelumnya, Satelit merupakan wahana ruang angkasa yang juga dapat dijadikan platform. Keuntungan dari penggunaan satelit yaitu wilayah coverage pengamatannya sangat luas, dapat mengamati secara lintas batas wilayah negara tanpa adanya pelanggaran kedaulatan, sukar untuk dihancurkan oleh persenjataan musuh dan dapat dilengkapi dengan berbagai macam jenis sensor penginderaan. Tetapi satelit merupakan platform yang sangat mahal dan membutuhkan tempat peluncuran yang sangat sedikit jumlahnya. Berdasarkan keuntungan dan kerugian yang sudah disampaikan diatas maka masing-masing jenis platform akan efektif digunakan untuk tugas yang berbeda-beda namun bagi penerapan di Indonesia dengan memanfaatkan kekuatan udara yang telah ada maka platform yang paling tepat untuk digunakan adalah pesawat terbang fixed wing seperti Boeing 737, CN-235 dan Fokker 27 sedangkan untuk pengembangannya pada masa depan maka UAV dapat digunakan.

Pembahasan kedua yaitu jenis-jenis air surveillance sensor. Sensor-sensor yang digunakan dalam misi maritime air surveillance yaitu radar, electronic support measure (ESM), secara visual, electro optical dan infra red. Jenis-jenis sensor ini masing-masing memiliki radius coverage yang berbeda-beda, jenis pengamatan secara visual merupakan jenis yang paling pendek radius coverage-nya kemudian electro optical dan infra red, selanjutnya radar dan ESM yang memiliki radius coverage terjauh.

Pada radar, radius coverage pengamatan ditentukan oleh power radar yang digunakan, frekuensi signal radar, kondisi lingkungan sekitar, sensitivitas receiver, ketinggian dan efisisensi operatornya. Kemampuan deteksi radar terhadap jenis-jenis obyek pengamatan juga berbeda yaitu sebagai berikut, untuk mendeteksi kapal dagang/perang besar dapat mencapai jarak 150-200NM, kapal dagang/perang sedang dapat mencapai jarak 100-150NM, kapal dagang/korvet dapat mencapai jarak 80-100NM, kapal patroli 50 - 80NM dan yacht sejauh 30 - 50NM.
Pada tingkat akurasi, radar dipengaruhi oleh signal yang dipancarkan. Semakin pendek durasi pulsa yang dipancarakan maka tingkat akurasi pada jarak akan semakin tinggi, sedangkan semakin sempit bandwith signal yang dipancarkan maka tingkat akurasi pada bearing akan semakin tinggi. Pada saat-saat tertentu, radar surveillance harus mampu menyajikan data rate yang tinggi. Data rate merupakan fungsi dari antenna rotation rate (SPR) dan bandwith dari pulse repetition frequency (PRF). Radar surveillance juga harus dilengkapi dengan peralatan anti jam seperti instantaneous automatic gain control (IAGC), frequency agility dan moving target indicator (MTI).

Electronic support measure (ESM) adalah peralatan sensor pasif yang digunakan untuk mengintersepsi, menganalisa dan menentukan arah datangnya radiasi electromagnetic musuh atau bakal musuh.
ESM digunakan dalam dua macam kategori yaitu dalam kategori strategis dan taktis. Pada kategori strategis ESM digunakan untuk mendapatkan data-data dengan skala waktu yang lama dan digunakan untuk menentukan sistem senjata musuh, disposisinya dan strategi penggunaannya. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dikembangkan peralatan penangkis sistem senjata musuh. Sedangkan pada kategori taktis, ESM digunakan untuk mendapatkan data secara hari perhari untuk menentukan secara akurat disposisi dari unit-unit musuh di permukaan dan tingkat ancaman sistem senjata musuh. Karakteristik dari pengoperasionalan ESM yaitu mengintersepsi jangkauan pancaran peralatan elctromagnetic musuh untuk menentukan arah sumber pemancar dan menganalisa emis, frekuensi, pulse duration, PRF dan pola scan. Performa yang dibutuhkan dari peralatan ESM yaitu memiliki spektru surveillance yang lebar 0.5-40 GHz, pengukuran arah datangnya pancaran signal kurang dari 2 derajat tingkat keakurasiannya dan memiliki peralatan dengan tingkat keakuratan parameter frekuensi sebesar 5MHz, PRF sebesar 0.1% dan pulse duration sebesar 100 Nsec. Pada penggunaannya ESM akan efektif jika dikombinasikan dengan radar karena sifat kepasifan yang dimilikinya serta daya jangkau yang lebih jauh dari radar. Namun untuk dapat menangkap signal yang kemungkinan musuh tidak memancarkan signalnya maka perlu antisipasi untuk menstimulasi musuh agar memancarkan signalnya.

Electro Optical adalah suatu teknologi yang menggabungkan komponen-komponennya, peralatan-peralatan dan system-sistemnya dimana didesain untuk mengkonversikan energi electric menjadi Infra Red, visual dan panjang gelombang cahaya ultra violet dan sebaliknya.
Type dari sensor electro optical ini adalah LLTV/ Image Intensifiers dan Infra-Red. Keuntungan dari sensor ELctro Optical ini adalah bersifat pasif dan dapat digunakan baik siang maupun malam hari, sedangkan kelemahannya adalah jarak jangkau pengamatan yang pendek, sangat terpengaruh dengan kondisi jarak pandang pada atmosphere dan field of view yang sempit. Pada penggunaan sensor infra red akan efektif digunakan untuk mengamati sector yang tidak terlalu lebar dan dengan kecepatan pesawat yang rendah. Ketinggian yang optimum dalam melakukan pengamatan adalah sebagi berikut, untuk kapal patroli di atas 1500 ft, kapal destroyer di atas 200 ft dan untuk kapal barang di atas 4500 ft serta minimum 500 ft di bawah cloud base.

Pengamatan secara visual digunakan untuk mendeteksi, menentukan lokasi, mengklasifikasi target/sasaran dan menentukan criteria serangan yang kemungkinan terjadi. Keuntungan dari metoda ini adalah bersifat pasif dan dapat langsung menklasifikasikan target sedangkan kelemahannya adalah jarak jangkau pengamatan sangat pendek, hanya dapat dilakukan siang hari (selama ada penerangan matahari) dan hasilnya sangat tergantung dari tingkat pengalaman operator. Teknik pengamatan secara visual yaitu harus selalu menggunakan kacamata pelindung sinar matahari, mengamatai mulai dari posisi dua jari dibawah horizon, pengamatan mulai dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah, observer diganti setiap 30 menit dan pastikan bahwa kaca jendela pesawa bersih dan bebas dari goresan.


Berdasarkan penjelasan mengenai jenis-jenis sensor yang dapat digunakan dalam air surveillance maka penggunaan yang paling efektif adalah penggabungan dari seluruh jenis sensor yang ada dan digunakan sesuai dengan keperluan dan tujuan pengumpulan data dan informasi pada misi maritime air surveillance.

Pembahasan ketiga adalah bentuk join maritime air surveillance. Bentuk join maritime air surveillance ini merupakan bentuk kerjasama antara TNI AU dengan TNI AL, Polri, Departemen kelautan dan perikanan, Direktorat Bea dan Cukai dan Imigrasi. Pelaksanaan maritime air surveillance dapat dilakukan dengan menggunakan gabunga pesawat-pesawat terbang fixed wing TNI AU dan TNI AL yang diatur tentang pembagian wilayah pengamatannya. Pesawat surveillance TNI AU berkategori strategis (Boeing 737) melakukan pengamatan di wilayah laut bebas sekitar wilayah Indonesia dengn menggunakan sensor radar dan ESM. Bagi pesawat yang berkategori taktis (CN-235) melakukan pengamatan pada wilayah laut ZEE sampai dengan laut territorial menggunakan sensor electro optical.
Sedangkan bagi pesawat surveillance TNI AL yang bersifat taktis (CN-235 dan C-212) melakukan pengamatan pada wilayah laut antar pulau serta meliputi ALKI dengan menggunakan sensor electro optical. Semua unsur air surveillance melaporkan pengamatannya secara langsung ke Pusat Koordinasi Maritime Air Surveillance Nasional dengan menggunakan system komunikasi satelit. Sistem komunikasi satelit diharapkan juga mampu untuk mendukung komunikasi data sehingga laporan pengamatan dari unsur air surveillance juga dapat disajikan dalam bentuk visual. Sebagai unsur penindak permukaan akan dilakukan oleh kapal-kapal patroli TNI AL yang didalamnya terdapat personel-personel dari Polri, Departemen kelautan dan perikanan, Direktorat bea dan cukai serta Imigrasi.

Durasi pengamatan yang dilakukan oleh unsur-unsur air surveillance berdasarkan endurance pesawat yang terbang pada ketinggian medium yaitu antara enam sampai dengan delapan jam sehingga dalam sehari membutuhkan tiga samapi empat set crew dan pesawat bagi setiap wilayah pengamatan. Namun hal ini dapat meningkat apabila diperlukan pengamatan yang lebih detail sehingga pesawat surveillance harus terbang pada ketinggian rendah mendekati target sehigga endurance menurun. Pemanfaatan kekuatan udara yang sudah dimiliki saat ini masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan kekuatan udara dalam melaksanakan join maritime air surveillance sehingga perlu adanya pengadaan pesawat terbang dan sensor serta peralatan komunikasi satelit yang sesuai dengan kebutuhan spesifikasi maritime air surveillance.

Dari seluruh pembahasan mengenai maritime air surveillance maka dapat disimpulkan bahwa join maritime air surveillance merupakan suatu system yang dibutuhkan untuk mampu menanggulangi berbagai bentuk pencurian kekayaan laut, pelanggaran hokum dan wilayah kedaulatan dilaut. Join maritime air surveillance dapat menggunakan bentuk platform pesawat terbang fixed wing memanfaatkan kekuatan udara yang sudah ada saat ini. Jenis sensor yang dapat digunakan adalah seluruh jenis sensor tergantung keperluan dan tujuan pengumpulan data dan informasi pada misi maritime air surveillance. Harapan dengan pengembangan peran maritime air surveillance menjadi join maritime air surveillance dapat mengurangi kerugian negara akibat berbagai pencurian dan pelanggaran di laut sehingga dapat mendukung jalannya pembangunan nasional untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional.