Sabtu, Maret 14, 2009

SMART BOMB,

Seperti sepotong roti dan mentega, sebuah pesawat pembom tentu tak lengkap tanpa bom. Keduanya adalah pasangan yang tak bisa dipisahkan dalam sebuah operasi pemboman. Itulah sebabnya ketika performa pesawat pembom berkembang semakin canggih, bom pun mengikutinya. Perkembangannya pun telah menggelinding begitu cepat. Pada tahun 1912, bom masih berbentuk granat tangan sederhana yang memiliki tingkat presisisi yang sangat rendah. Namun dalam waktu tidak lebih dari setengah abad kemudian bom sudah bisa meluncur terkendali tepat ke sasaran. Hal ini dimungkinkan dengan dikembangkannya bom yang dilengkapi sistem penuntun sehingga mampu dikendalikan menuju sasarannya. Bom-bom tersebut dikenal dengan istilah smart bomb. Sistem penuntun sebagai teknologi inti dari smart bomb menggunakan bermacam-macam sistem seperti TV guided, Laser guided dan GPS/INS guided.

Smart bomb berkembang karena dipicu tuntutan kemampuan dalam kebutuhan perang. Pemakaian bom secara ekonomis, kecilnya kemungkinan terjadi salah sasaran dan memaksimalkan kemampuan daya hancur merupakan tuntutan serta alasan yang utama dalam perkembangan smart bomb. Sampai dengan saat ini kemampuan yang telah ditunjukkan smart bomb sangat signifikan dibandingkan jenis-jenis bom pendahulunya.


APA ITU SMART BOMB?

Smart bomb, istilah informal yang digunakan untuk bom yang dilengkapi peralatan untuk memandu tepat ke sasaran terpilih. Smart bomb secara resmi dikenal sebagai precision guided munitions (PGMs). Mereka berbeda dengan free fall general purpose bomb, yang kadang-kadang disebut dumb bomb. Istilah smart bomb juga kadang-kadang digunakan untuk peluru kendali jelajah dari udara ke darat, seperti Tomahawk walaupun secara teknis peluru kendali menggunakan tenaga pendorong sendiri dan bukan merupakan bom. Smart bomb memungkinkan penghancurkan sasaran secara akurat dengan menggunakan bom dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan penggunaan dumb bomb pada carpet bombing. Smart bomb menggunakan banyak sekali digunakan pada perang Teluk tahun 1991, peperangan melawan Taliban dan al-Qaeda di Afghanistan tahun 2001 serta invasi ke Irak oleh Amerika Serikat dan Inggris pada tahun 2003.

Pada umunya smart bomb adalah jenis general purpose bomb yang dimodifikasi dengan menambahkan sistem pemandu pada bagian nose (depan bom) dan sebuah kontrol modul kecil pada bagian tail (belakan bom). Versi terakhir dari smart bomb yaitu Joint Direct Attack Munition (JDAM). Bom versi ini menggunakan INS/GPS sebagai sistem pemandunya. Sehingga JDAM kadang-kadang disebut juga dengan satelite-guided precision weapon karena GPS sebagai sistem pemandunya menggunakan satelit untuk mengarahkan bom kepada sasarannya. Sistem pemandu lain yang digunakan pada smart bomb yaitu TV atau electro-optical guided dan laser-guided.


SEJARAH SMART BOMB

Sejarah smart bomb tidak terlepas dari sejarah bom itu sendiri karena pada dasarnya smart bomb adalah bom konvensional yang dimodifikasi. Dimulai ketika Letnan Dua Giulio Gavotti seorang pilot AU Italia menjatuhkan bom dari udara untuk keperluan konflik. Kejadian ini merupakan kejadian pertama di dunia penggunaan bom udara. Ia menjatuhkannya pada tahun 1912 dari pesawat dengan bom yang masih sederhana. Bom itu berupa empat buah granat yang dijatuhkan ke arah kerumunan massa suku Bedouin yang mengepung kota Taguira dan Ain Zara di Libya. Granat-granat itu dijatuhkan secara manual dari sisi kokpit Biplane Etrich Taube dari kesatuan udara Italia. Pada awalnya memang hanya berupa granat, namun begitu kalangan militer menangkap fungsi destruktif massal yang diciptakannya, segera saja dirancang amunisi bertubuh aerodinamis yang kira-kira pas untuk dijatuhkan dari pesawat. Bentuknya lebih kurang seperti anak panah dengan bagian tengah yang menggembung. Bom yang kemudian diklasifikasikan sebagai general purpose (GP) bomb ini, strukturnya terdiri dari segumpal bahan peledak yang dibungkus jaket/kulit metal. Di ujungnya ditempatkan fuse (pemantik) yang secara mekanis jika terbentur benda keras akan mengaktifkan bom, sementara agar bom ini bisa meluncur sempurna dipasanglah fin (sirip ekor) sebagai stabilisator. Bentuk dasar ini ternyata bertahan cukup lama dan menjadi bentuk dasar dibuatnya smart bomb.

Saat perang Dunia II (1939-1945) Jerman pernah melakukan pengeboman dengan menggunakan bom yang dikendalikan dengan remote control. Bom itu diberi nama Fritz X dengan berat 3100lbs (1400 Kg) dan berhasil menenggelamkan Kapal perang Itali “Roma” pada tahun 1943. Fritz X ini setelah dilepaskan dari pesawat, bombardier menggunakan radio transmitter untuk menggerakkan fin-fin dari bom itu dan mengarahkannya ke sasaran. Peralatan radio transmitternya masih sangat sederhana dan memiliki jarak jangkau yang pendek. Saat itu sekutu juga telah membuat smart bomb yang sekelas bernama AZON (Azimuth only) dengan berat lebih ringan yaitu 1000 Lbs (450 Kg). Azon mulai diproduksi pada tahun 1943, setelah sebelumnya dikembangkan oleh Korps Udara Angkatan Darat Amerika Serikat (USAAC's), Air Technical Service Command. Azon juga menggunakan annular tail assembly seperti Fritz X, yang merupakan roll stabilised Namur hanya mampu diarahkan pada bidang azimuthnya saja sehingga tingkat keakurasiannya hanpir sama dengan dumb bomb. Sistem pemandu Azon hanya menggunakan lima preset channel radio sehinggan membatasi jumlah bom yang dilepaskan pada waktu yang bersamaan. Azon diproduksi sampai dengan November,1944, dimana telah diproduksi sebanyak 15.000 units. Bom ini digunakan baik di perang Eropa maupun di Pasifik. DI Burma, bom ini digunakan pada skala yang cukup besar untuk menghancurkan jembatan-jembatan. Selama perang Pasifik, Azons telah berhasil menghancurkan jembatan sebanyak 27 menggunakan 493 unit bom, termasuk juga jembatan Kwai River yang terkenal.

Amerika Serikat memulai lagi programnya mengembangkan smart bomb pada saat perang Korea, dimana bom nuklir belum ada dalam pertimbangan. Pada tahun 1960 electro-optical bomb (camera bomb) diperkenalkan. Bom ini dilengkapi dengan kamera televisi dan flare sight dimana peralatan ini akan digunakan untuk memandu bom sampai sasaran berada segaris dengan flare. Kamera memberikan pandangan dari bom kepada operator yang berada di pesawat. Operator tersebut kemudian mengarahkan bom dengan menggerakkan fin-fin yang berada pada bagian belakang bom sampai tampak sasaran masuk dalam kamera bom dan sinar flare tepat berada pada sasaran tersebut. Bom-bom ini akhirnya banyak digunkaan pada perang Vietnam karena adanya situasi politik yang tidak menginginkan terjadi colateral damage dan adanya korban di pihak sipil

Pada tahun 1962, Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) memulai penelitiannya tentang sistem laser guidance sedangkan pihak Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) memulai pengembangannya dengan memberikan kontrak kepada Texas Instruments pada pertengahan 1965 mengenai pembuatan sistem penuntun bom. Meski pada saat itu USAF menaruh harapan yang besar, uniknya TI tak pernah membentuk tim khusus. TI sebaliknya hanya memberi kepercayaan pada sejumlah insinyur yang dipimpin oleh Weldon Word. Di luar dugaan justru dari tim kecil inilah AS diantar menuju sejarah rekayasa bom yang baru. Hebatnya, tim ini hanya menghabiskan dana 100.000 dollar hingga barang itu teruji. Padahal uang sebesar 100.000 dollar itu semata-mata hanya diberikan Dephan AS sebagai hadiah bagi ide yang dimenangkan TI. Word rupanya memang insinyur yang penuh akal, pintar dan irit. Ia tak mau repot membangun sebuah bom secara penuh, melainkan cukup piranti penuntunnya saja. Hulu ledak, fuse dan detonator cukup diambil dari bom yang sudah ada, yakni dari serial Mk 80. Juga untuk menghemat biaya pengembangan, ia tak mau lagi susah payah membangun laser designatornya. Mereka cukup menyadapnya dari rancangan ilmuwan Alabama. Lebih dari itu, penjejak laser diambil dari barang loakan yang ditinggalkan sebuah perusahaan dari Jerman Barat. Sedang untuk menguji segi aerodinamisnya bom, windtunnel yang berharga mahal cukup diganti dengan kolam renang bekas yang telah dimodifikasi. "Word memang hebat. Ia hemat tak pernah minta tambah biaya, bahkan sepeserpun," puji seorang perwira Pentagon. Karya tim Word persisnya berupa peralatan penuntun bom (guidance and control unit/GCU) dengan media laser. Ini berarti jauh lebih sederhana dan lebih murah ketimbang industri lain yang merekayasanya dengan sistem kamera TV E/O (electro-optics). Pasalnya dengan laser, bom hanya dibimbing dengan gelombang radio dengan suatu frekuensi spesifik, sementara bom berpenuntun lainnya harus dengan gambar sasaran atau sistem pembedaan warna yang mestinya terdiri dari begitu banyak rangkaian frekuensi.

Hanya dua tahun setelah kontrak ditandatangani, yakni pada 1967, karya TI ini sudah dicoba langsung di Vietnam dari rel rudal F-4 Phantom. Hasilnya ternyata memuaskan. Piranti ini mampu meningkatkan keakuratan hingga tingkat kemelencengan yang hanya 3,05 meter. Bandingkan dengan GP yang mencapai 45,7 meter. Gampang ditebak, segera saja karya Word mencuat. Apalagi karena selain begitu presisi, piranti ini masih jauh lebih murah ketimbang piranti sejenis, yakni GBU-8, yang bekerja berdasarkan sinyal televisi electo-opties. Jika GBU-8 dihargai 20.000 dollar, bentuk awal Paveway ini hanya 2.700 dollar. Sehingga pada tahun 1968 hasil dari uji coba itu diberi nama BOLT-117 dan merupakan laser guided bomb pertama di dunia. Laser-guided bom ini belum banyak digunakan sampai ditemukannya microchip. Debut penggunaannya diawali di Vietnam pada tanggal 13 Mei 1972 saat bom ini digunakan pada serangan kedua yang berhasil menghancurkan jembatan Thanh Hoa. Sebelumnya, jembatan ini telah coba dihancurkan dengan 800 sorti dengan menggunakan dumb bomb namun tidak berhasil. Pada serangan pertama 27 April 1972 yang juga menggunakan laser guided bomb “Walleyes” hanya berhasil merusakkan sebagian struktur jembatan tersebut karena cuaca jelek yang mempengaruhi intensitas dari sinar laser yang dipantulkan. Bom jenis ini juga digunakan oleh pasukan Inggris walupun tidak dalam skala besar pada perang Falklands tahun 1982. Penggunaan skala besar bom jenis ini pada saat operasi Desert Storm tahun 1991 oleh pasukan multinasional melawan Irak. Namun begitu penggunaan dumb bomb jenis cluster bomb masih cukup besar secara prosentase. Selain itu pada saat perang Kosovo tahun 1999 laser guided bomb juga digunakan pada skala besar tetapi kemampuanya banyak berkurang karena kondisi cuaca di Selatan wilayah Balkans sangat jelek.

Pelajaran yang dapat diambil selama perang Teluk thn 1991 yaitu pentingnya penggunaan smart bomb (precision guided munition), namun USAF juga memandang kesulitan menggunakan smart bomb terutama saat cuaca jelek dan visibility dari udara ke darat sangat rendah adalah hal yang perlu diperhatikan. Akhirnya dikembangkanlah smart bomb yang menggunakan satelit sebagai sistem pemandunya karena dengan demikian tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca. Bom-bom jenis ini adalah Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Joint Stand-Off Weapon (JSOW). Kedua bom ini menggunakan Global Positioning System (GPS) sebagai peralatan penerima signal satelit untuk memandu arah jatuhnya bom. Bom jenis ini dapat digunakan pada segala cuaca tanpa membutuhkan bantuan penginderaan unit lain. Karena ada kemungkinan GPS di jamming maka sistem pemandunya dilengkapi juga dengan Inertia Navigation System (INS) sehingga jika signal satelit ke GPS hilang maka sistem pemandu menggunakan referensi posisi dan arah dengan menggunakan INS. Namun INS kurang begitu akurat dibandingkan GPS. JDAM menyatakan bahwa Circular Error Probable yang mampu dicapinya dengan menggunakan GPS adalah 13 m dan 30 m menggunakan INS (dengan waktu jatuh bom dibawah 100 detik). Tingkat keakuratan bom ini tergantung dari peralatan yang dapat menentukan arah lokasi sasaran dan keakuratan dalam memasukkan koordinat sasaran. Sehingga informasi tentang data koordinat sasaran menjadi informasi yang kritis. Contohnya pada accident pengeboman kedutaan Cina di Belgrade saat operasi sekutu oleh NATO disebabkan kesalahan informasi tentang kordinat sasaran yang sesungguhnya. Tetapi bagaimanapun juga jika informasi data sasaran sudah akurat maka tingat keberhasilan bom ini menghancurkan sasaran sangat tinggi dibandingkan smart bomb jenis lain. JDAM memegang peranan penting pada invasi Amerika Serikat ke Afghanistan pada tahun 2001, dan ia juga akan memainkan peranan penting pada misi-misi masa depan Amerika Serikat.

Menyikapi tanggapan dari para penerbang yang telah menggunakan laser atau satellite guided bomb, Boeing kemudian mengembangkan laser JDAM yang menggunakan kedua type pemandu dalam satu bom. Bom ini merupakan modifikasi dari JDAM yang ditambahkan laser guidance pada sistem pemandu GPS/INS nya untuk meningkatkan akurasi bom. Raytheon juga mengembangkan Paveway family, dimana menambahkansistem pemandu GPS/INS pada Paveway family atau laser-guidance bomnya. Paduan pemandu laser dan GPS ini memungkinkan pesawat membawa lebih sedikit jenis bom untuk tetap mempertahankan kemampuan fleksibelitasnya karena bom ini dapat digunakan baik untuk sasaran bergerak maupun sasaran diam atapun sasaran yang tidak direncanakan. Sebagai contoh F-16 saat perang Irak membawa satu buah 2000 Lbs JDAM dan dua buah 1000 Lbs LGB, dengan adanya LJDAM yang memiliki diameter lebih kecil maka pesawat F-16 tersebut dapat memebawa lebih banyak bom dan dapat memilih untuk menggunakan pemandu satelit atau laser.


PRINSIP KERJA SMART BOMB

Pada dasarnya smart bomb adalah dumb bomb pada umumnya yang telah mengalami modifikasi pada beberapa bagian utamanya. Penambahan bagian itu antara lain electronic sensor system, control system (an onboard computer), adjustable flight fins dan battery. Ketika pesawat menjatuhkan smart bomb, bom jatuh bebas seperti pesawat layang yang berat. Amunisi ini tidak memiliki sistem propulsi sendiri, seperti halnya peluru kendali tetapi ia memiliki kecepatan kedepan. Ia juga memiliki flight fin yang menghasilkan gaya lift serta menstabilkan lintasan jatuh bom ini. Control system dan adjustable flight fin memberikan kemampuan bom untuk mengarahkan saat bom tersebut jatuh bebas. Saat bom masih berada di udara, sensor system dan control system mengarahkan bom ke sasaran yang ditentukan. Sensor sytem memberikan informasi posisi relative sasaran kepada control system dan control system memproses informasi tersebut dan mengarahkan bom untuk berbelok ke arah sasaran. Dalam membelokkan bom sebenarnya, control system mengirimkan pesan ke actuator yang menggerakkan flight fin. Fin-fin ini bekerja berdasarkan prinsip seperti flap yang terdapat pada pesawat. Dengan memutar fin ke posisi tertentu, control system berarti menambah gaya drag pada salah satu sisi bom yang mengakibatkan bom akan berbelok ke arah sisi yang memiliki drag lebih besar tersebut. Proses ini terus berlangsung sampai bom mencapai sasarannya dan fuse bekerja untuk memicu ledakan.

Perbedaan utama antara jenis-jenis smart bom hanya terletak pada bagaiman sistem sensornya “melihat” sasaran. Berikut ini akan kita lihat bagaimana masing-masing jenis smart bomb bekerja.

TV/IR-guided. Type bom ini menggunakan visual sensor untuk menentukan lokasi sasaran di darat. TV/IR-guided bomb keduanya menggunakan konvensioal TV kamera atau infra red kamera (untuk penglihatan malam hari) yang terpasang pada bagian nose (bagian depan bom). Ada dua macam mode pengendaliannya yaitu:

Manual. Pada mode ini, kamera memberikan gambar yang tertangkap kepada operator di pesawat pembom dengan melalui signal radio. Kemudian operator dengan berdasarkan informasi dari kamera memberikan perintah kepada control system untuk menggerakkan fin agar bom dapat berbelok ke arah yang diharapkannya. Bom ini bertindak seperti pesawat remotecontrol. Pada mode ini , operator dapat melepaskan bom tanpa sasaran yang spesifik dan pandangan, kemudian memilih sasaran berdasarkan gambar yang dikirim dari kamera saat bom mulai mendekati tanah.

Automatic. Pada mode ini penerbang mencari sasaran dengan menggunakan kamera bom sebelum bom dilepaskan, kemudian penerbang mengirimkan signal ke bom untuk mengelock sasarn yang sudah dipilih tadi. Kemudian setelah bom dilepaskan, control system selalu mengarahkan bom agar gamabar yang terlihat di kamera selalu berada pada centre dari video display. Dengan cara ini, bom akan selalu mengarahkan dirinya sendiri ke arah sasaran secara automatic.

Bom jenis ini adalah GBU 15.


Laser-guided. Dibandingkan jenis smart bomb sebelumnya, bom ini berbeda sedikit. Bom ini menggunkan laser seeker unutk mengganti video kamera sensor. Laser seeker yang berupa antena dari foto-foto dioda. Seperti yang diketahui bersama bahwa fot dioda akan sangat sensitiv terhadap suatu frekuensi tertentu dari sinar laser. Agar bom dapat melihat sasaran, seorang operator yang terpisah baik di udara maupun di darat harus menyinari sasaran dengan sinar laser intensitas tinggi. Pantulan dari sinar laser itulah yang ditangkap oleh laser seeker. Laser designator harus memiliki pulsa pattern yang spesifik. Sebelum melepaskan bom, computer pesawat pembom mengirimkan informasi pulsa pattern yang spesifik tersebut kepada bom. Ketika bom dilepaskan, lasser seeker hanya tertarik dengan sinar laser yang memiliki pulsa pattern yang spesisifik tadi kemudian control system mengarahkan bom agar laser seeker terus menangkap sinar laser pada bagian tengah foto dioda lasser seeker tersebut. Cara ini akan menjaga bom agar mengarah lurus kearah sasaran. Contoh bom jenis ini adalah GBU 10 (Paveway II) dan GBU 24 (Paveway III).

Kedua jenis smart bomb ini baik TV/IR guided bomb dan laser guided bomb dapat sangat efektif tetapi keduanya memiliki kekurangan yaitu sensor system mereka harus dapat visual contact terhadap sasaran. Sehingga jika terdapat awan atau halangan lain yang menutupi pandangan maka kemungkinan besar bom dapat menyimpang dari traknya.



Satelite guided bomb. Bom jenis ini menggunakan GPS receiver dan INS sebagai sensor systemnya. Keduanya dapat membantu bom untuk menentukan lokasinya saat berada di udara. GPS receiver menentukan posisinya dengan menginterpretasikan signal satelit yang ditangkapnya dengan pada saat yang bersamaan INS memonitor pergerakan bom untuk menentukan fbom flight path dari posisi launch. Sebelum melepaskan bom, pesawat menentukan sasaran tertentu dengan menggunakan GPS pesawat sendiri. Sesaat sebelum melepaskan bom, komputer pesawat memberikan komputer bom posisi saat ini dan koordinat sasaran. Saat berada di udara, GPS receiver bom memproses signal dari GPS satelite to mempertahankan tracknya jka sudah tepat atau membelokkan bom ke arah lintasan yang tepat menuju sasaran. Berdasarkan USAF, tingkat keakuasian dari bom jenis ini sejauh 40 feet (13 m). Ketika semuanya tepat maka pada umumnya bom mampu mengenai sasaran dengan tingkat error hanya beberapa feet saja.

System ini dapat bekerja dengan baik walaupun pada kondisi cuaca buruk, sebab system ini mendapat seluruh informasi dari sigal satelit yang tidak terhalangi cuaca maupun obstacle lainnya. Bom ini tidak harus melihat sasaran untuk dapat menemukannya, dan harganya hanya sekitar $20,000 per tail kit (dimana dapat dipasang pada dumb bomb yang ada), Hal ini jauh lebih ekonomis daripada $120,000+ laser-guided bombs. Bom-bom jenis ini antara lain GBU 29, GBU 30, GBU 31, GBU 32 (JDAM).

Berdasarkan uraian singkat di atas maka dapat disimpulkan bahwa smart bomb merupakan hasil pengembangan dari bom-bom konvensional yang dimodifikasi dengan penambahan beberapa perangkat keras sehingga mampu untuk dikendalikan agar dapat jatuh pada sasaran yang diharapkan. Dengan pengembangan seperti ini maka biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan smart bomb tidak lah terlalu mahal jika dibandingkan dengan peluru kendali udara ke darat.